Peran dan Fungsi Jabatan Fungsional Perencana (JFP) Dalam Menentukan Arah Pembangunan

Admin Website 10-04-2015 Artikel dan Kegiatan Artikel dibaca : 355 kali

Tujuan kehidupan bernegara meliputi berbagai dimensi, terhadap dimensi ini pemerintah membuat rencana-rencana. Rencana merupakan alat bagi pemerintah, dan implementasi didasarkan pada suatu proses perencanaan. Rencana didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang dari hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang. Perencanaan merupakan fungsi organik pertama dari administrasi dan manajemen. Tanpa adanya rencana, maka tidak ada dasar untuk melaksanakan kegiatan tertentu dalam rangka usaha pencapaian tujuan. Berdasarkan Hukum Administrasi Negara, rencana merupakan keputusan bersifat positif dan bagian tindakan pemerintahan (bestuurshandelingen), yaitu suatu tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum. Beberapa bentuk hukum dari perencanaan mulai dengan bentuk undang-undang (Undang-undang Rencana Jangka Panjang, Menengah dan APBN), Peraturan Presiden (Rencana Kerja Pemerintah), Peraturan Daerah (APBD, Rencana Tata Ruang, atau Rencana Pembangunan Daerah), dan sebagainya.

Rencana merupakan himpunan kebijaksanaan yang ditempuh pada masa yang akan datang, tetapi bukan peraturan kebijaksanaan, karena kewenangan untuk membuatnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan atau didasarkan atas kewenangan yang diberikan oleh aturan hukum dengan jelas. Rencana merupakan hasil penetapan lembaga pemerintahan pusat maupun daerah tertentu yang dituangkan dalam bentuk ketetapan. Adapun Instansi yang melakukan tugas dan fungsi perencanaan pemerintah pusat adalah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Biro Perencanaan di (Departemen, Kantor Kementerian Negara, dan Lembaga Pemerintah Non Departemen), sedangkan Instansi perencanaan pemerintah daerah adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi atau Kabupaten/Kota dan bagian atau bidang perencanaan di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah/SKPD (Badan, Dinas, Lembaga).Jika dicermati, sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sedikitnya ada tiga implikasi penting terhadap perencanaan pembangunan di daerah, yaitu: (i) pemerintah daerah memiliki kewenangan yang semakin luas untuk mengatur dirinya sendiri; (ii) pemerintah daerah semakin dituntut untuk mampu mengelola dan memanfaatkan semua potensi daerah melalui pengembangan kreatifitas, inisiatif, prakarsa, dan partisipasi dari seluruh komponen masyarakat; dan (iii) semakin besarnya tuntutan masyarakat akan akuntabilitas publik, pemerintahan yang bersih, transparansi, keterbukaan, pelayanan publik, dst.

Berbagai implikasi di atas telah mengakibatkan tanggung jawab dan kewenangan institusi perencana di daerah yaitu Bappeda juga semakin besar dan luas. Bappeda, disamping dituntut untuk tetap melaksanakan fungsi dasarnya, yaitu mengembangkan proses perencanaan, mengimplementasikan, serta melakukan monitoring dan evaluasi atas perencanaan pembangunan daerah, juga dituntut untuk menyusun kerangka makro rencana pembangunan daerah, menentukan strategi dan prioritas program pembangunan daerah, mengidentifikasi dan mengelola potensi daerah, mengembangkan sumber-sumber alternatif pembiayaan pembangunan daerah, mengembangkan kerjasama vertikal dan horizontal, merangsang partisipasi masyarakat, dan lain-lain. Namun struktur organisasi Bappeda hampir tidak mengadaptasi atau melakukan proses penyesuaian (adjustment process) atas membengkaknya tanggung jawab dan kewenangan tersebut. Jika diamati, struktur organisasi Bappeda, hampir tidak mengalami perubahan berarti. Kalaupun terjadi perubahan, nampaknya hanya sebatas perubahan nomenklatur jabatan, bukan perubahan yang berlangsung secara diametral.

Atas perspektif itulah, Bappeda nampaknya perlu melakukan pembenahan. Kelembagaan Bappeda harus ditata sedemikian rupa sehingga mampu bersesuaian dengan berbagai tuntutan baru yang menyertai proses desentralisasi dan otonomi daerah. Tentu saja, agak sulit mengharapkan Bappeda lebih optimal jika struktur organisasinya masih kental dengan nuansa struktural, hirarkial, dan birokratis. Struktur organisasi seperti itu mungkin sesuai untuk lembaga teknis, seperti dinas dan kantor, tetapi tentu saja tidak cocok untuk lembaga "think-tank" seperti Bappeda karena proses kreatifitas berpikir sesuatu yang amat diperlukan.

Untuk mengatasi hal ini, sedikitnya ada dua hal yang dapat dilakukan: pertama, mengembangkan struktur organisasi yang lebih bersifat "divisionalisasi". Sebuah struktur yang lebih mengedepankan pada pencapaian output dan outcomes melalui pola kerja tim yang tidak dibatasi oleh sekat-sekat jabatan dan pangkat. Sebuah struktur yang bekerja berdasarkan pendekatan "integratif-sinergis". Sebuah struktur yang memberi ruang bagi setiap anggota organisasi untuk ikut berkontribusi dalam pekerjaan organisasi.

Kedua, mengembangkan jabatan fungsional perencana. Kelompok ini lebih diorientasikan pada tugas-tugas fungsional perencanaan dibanding tugas-tugas administratif. Upaya seperti ini, selain dapat menghilangkan kekakuan hubungan antar bidang-bidang yang ada dalam struktur organisasi Bappeda selama ini, juga diyakini mampu meningkatkan profesionalisme dan kredibilitas Bappeda sebagai lembaga perencana.

Pengertian fungsi dalam suatu lembaga pemerintah dalam berbagai peraturan perundang-undangan dirumuskan sebagai suatu cara untuk melaksanakan tugas pemerintahan. Sebaliknya dapat dirumuskan juga bahwa tugas adalah cara untuk melaksanakan fungsi. Untuk melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan diperlukan kemampuan dan kemahiran manajerial yang dapat mengintegrasikan seluruh sumber daya demi tercapainya tugas pokok, fungsi, dan kewenangan lembaga pemerintahan. Oleh karena itu keterampilan teknis dari pemegang jabatan fungsional sangat diperlukan dan mempunyai nilai strategis dalam menangani tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Upaya pembinaan jabatan fungsional mutlak harus dilaksanakan secara lebih konsepsional dan harus dituangkan dalam wadah aturan hukum yang dapat menjamin kelangsungan sistem pembinaan jabatan fungsional.

Undang-undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai negeri Sipil menyatakan bahwa Jabatan Fungsional adalah:

Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF merupakan sekelompok Jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. Jabatan Fungsional Perencana seperti diatur dalam Keputusan Menpan No. 16/Kep/M.PAN/3/2001 ini ditujukan bagi Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di instansi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang memiliki tugas perencanaan.

Dengan ditetapkannya Jabatan Fungsional Perencana diharapkan dapat mendorong terbentuknya dan atau pemantapan organisasi profesi dari jabatan fungsional yang bersangkutan. Hal ini memungkinkan dapat dirumuskan etika profesi yang merupakan norma terhadap disiplin ilmu dan organisasi yang harus dipatuhi oleh pejabat fungsional dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawabnya. Dalam melaksanakan fungsinya pejabat fungsional tidak mutlak harus bekerja sendiri, dia juga tidak dibantu oleh tenaga profesional yang lain. Namun tanggung jawab dan tanggung gugat hasil pelaksanaan tugas dan kewenangan pelaksanaan tugas tetap melekat pada pejabat fungsional tersebut. Hasil dari pelaksanaan tugas disampaikan kepada instansi pembinanya, yaitu instansi perencanaan pemerintah pusat atau daerah di tempat pejabat fungsional tersebut dipekerjakan.