TANTANGAN PENANGANAN ANAK PUTUS SEKOLAH JENJANG PENDIDIKAN MENENGAH ERA PANDEMI COVID 19 DI PROVINSI RIAU

Admin Website 05-07-2021 Artikel dan Kegiatan Artikel dibaca : 870 kali

   Pandemi Covid 19 di Indonesia menuju tahun kedua dan tentunya termasuk di Provinsi Riau, saat ini kondisinya belum mampu dikendalikan secara signifikan oleh segenap pemangku kepentingan. Hal ini berdampak negatif terhadap berbagai sektor sendi kehidupan dan tentunya termasuk dunia pendidikan, padahal tujuan pembangunan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 utamanya antara lain adalah “Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa”.

   Memang belum ada data dan kajian yang komprehensif dampak negatif, namun dari diskusi diberbagai forum dan beberapa temuan di lapangan khusus yang dilihat pada jenjang pendidikan menengah indikasi terhadap dampak dampak negatif Pandemi Covid 19 pada bidang pendidikan, yaitu :
1) Besarnya anak putus sekolah karena keberadaan siswa tidak terpantau;
2) Besarnya angka tidak lulus karena keberadaan siswa tidak terpantau;
3) Menurunnya kualitas lulusan karena keterbatasan pendidik untuk mendampingi/membimbing siswa dan menilai kemampuan siswa secara objektif.

   Komisi Perlindungan Anak (KPAI) juga melalui Komisioner Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, dalam keterangan tertulisnya (yang dikutip detiknews Rabu, 17/2/2021) menyatakan "Hasil pengawasan KPAI menunjukkan bahwa pandemi berpotensi kuat meningkatnya angka putus sekolah dan pernikahan anak", hal ini tentunya harus menjadi konsern daerah untuk diantisipasi.

   Gambaran anak putus sekolah dijenjang pendidikan menengah yang diperoleh pada uji petik di SMAN 1 Bangko Kabupaten Rokan Hilir, untuk tahun pelajaran 2020/2021 (per April 2021) diperoleh data dari 11 (sebelas) siswa putus sekolah, dengan alasan 7 (tujuh) siswa putus sekolah karena menikah dan 4 (empat) siswa lagi putus sekolah karena bekerja/tidak ingin sekolah lagi. Hal yang hampir sama juga ditemui ketika berkomunikasi dengan beberapa sekolah dan masyarakat termasuk dengan Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Informasi tambahan yang diperoleh juga bahwa pihak sekolah kesulitan untuk memberi bimbingan kepada siswa dan orang tua siswa, terhadap siswa ketika masa sebelum pandemi Covid 19 biasanya dilakukan konseling oleh guru sedangkan bagi orang tua siswa secara periodik dilakukan class parenting yang antara lain memberikan pemahaman tentang permasalahan Pendidikan dan anak remaja.

   Data dari Dinas Pendidikan Provinsi Riau untuk jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) tahun pelajaran 2020/2021 terdapat 75 (tujuh puluh lima) siswa yang tidak lulus/tidak menamatkan pendidikan. Jika dikelompokkan secara garis besar dari 75 (tujuh puluh lima) siswa yang tidak lulus/tidak menamatkan sekolah pada SMK adalah :
1) Tidak aktif/tidak diketahui keberadaan sebanyak 47 (empat puluh tujuh) siswa atau 62,67%;
2) Tidak mengikuti ujian sebanyak 23 (dua puluh tiga) siswa atau 32,00%; dan
3) Meninggal dunia sebanyak 4 (empat) orang siswa atau 5,33%.

   Secara statistik mungkin angka-angka tersebut terbilang kecil, namun perlu diingat juga bahwa sebagai bagian dari masyarakat dunia, kita ikut berkomitmen untuk pencapaian tujuan global sebagaimana tertuang dalam kerangka Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Suistanable Development Goals (TPB/SDGs). Tujuan ke 4 Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata serta Meningkatkan Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat untuk Semua khususnya pada indikator 4.1 dimana ditargetkan “Pada tahun 2030, menjamin bahwa semua anak perempuan dan laki-laki menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah tanpa dipungut biaya, setara, dan berkualitas, yang mengarah pada capaian pembelajaran yang relevan dan efektif”, jadi kita harus berupaya bahwa tidak seorangpun boleh tertinggal dalam pencapaian TPB/SDGs (prinsip “no one left behind”).

   Data dan informasi diatas mungkin belum menggambarkan kondisi dunia pendidikan khususnya anak putus sekolah dan angka kelulusan siswa pendidikan menengah, namun merupakan indikasi yang perlu diantisipasi dalam penyusunan kebijakan dan perencanaan pembangunan pendidikan, perlu lebih digali data dan informasi untuk menjadi menjadi diskusi dan telaahaan kebijakan yang perlu diambil sehingga dapat segera diambil langkah proaktif dan protektif baik ditataran kebijakan maupun tataran pelaksanaan.

   Penanganan anak putus sekolah ini menjadi sangat penting mengingat nasib anak negeri dan masa depan bangsa untuk menyiapkan sumber daya manusia produktif, karena bagian terbesar penduduk saat ini adalah generasi pada jenjang pendidikan dan pemuda. Untuk itu perlu sejalan dengan prinsip berkelanjutan dan kolaborasi maka penangan anak putus sekolah dan anak tidak menamatkan sekolah ini menjadi sangat penting untuk dituntaskan. Di dalamnya juga ada potensi menimbulkan permasalahan perlindungan anak (pernikahan dini), kesehatan (resiko angka kematian ibu, kematian bayi, stunting, dan lain-lain), turunnya produktifitas pemuda, dan permasalahan sosial ekonomi lainnya.

   Untuk itu beberapa rekomendasi yang mungkin dapat dilakukan pemerintah daerah antara lain adalah perlu sinergisitas program dan kegiatan antar instansi di daerah yang menangani urusan pendidikan, perlindungan anak, dan kesehatan serta instasi vertikal (BKKBN dan Kementerian Agama) serta dengan pelibatan yang luas filantropi, anggota masyarakat dan tokoh masyarakat termasuk kalangan remaja/teman sebaya usia sekolah dalam memberikan pemahaman terkait hak-hak anak dan pemuda untuk memperoleh layanan pendidikan agar tidak ada lagi anak usia sekolah yang tidak bersekolah.(Md. Ikhsan,04/07/2021).