Pelaksanaan Penilaian Prestasi Kerja PNS Menuju Aparatur yang Profesional

Admin Website 12-06-2014 Artikel dan Kegiatan Artikel dibaca : 412 kali

Bangsa Indonesia selalu dihadapkan kepada masalah bagaimana membangun pemerintahan yang bersih dan baik (good governance and clean government). Aparatur birokrasi yang diharapkan mampu menjadi motivator dan sekaligus menjadi katalisator dari bergulirnya pembangunan, tidak mampu menjalankan perannya sebagai aparatur birokrasi modern yang tidak hanya mengedepankan kemampuan menyelenggarakan tugas dan fungsi organisasi saja tetapi juga mampu merespons aspirasi publik kedalam kegiatan dan program organisasi dan mampu melahirkan inovasi baru yang bertujuan untuk mempermudah kinerja organisasi dan sebagai bagian dari wujud aparat yang profesional.

Menurut Thoha dalam bukunya Manajemen Kepegawaian Sipil di Indonesia (2007:3-4) permasalahan yang sering dihadapi oleh birokrasi pemerintah adalah; a) kelembagaan birokrasi pemerintahan yang besar dan didukung oleh sumber daya aparatur yang tidak profesional; b) mekanisme kerja yang sentralistik ; c) kontrol masih bersifat internal; d) Pronklien yang sangat kental; e) tidak ada akuntabilitas; f) pengisian jabatan yang tidak kompetensi. Selanjutnya Permasalahan yang telah dikemukakan diatas juga dikarenakan banyaknya jumlah pegawai yang tidak produktif, dan didukung oleh kualitas yang kurang memadai, oleh karena itu profesionalisme yang bekerja dipemerintahan dinilai banyak yang tidak kompeten. Di peroleh data bahwa kurang lebih jumlah pegawai pemerintahan baru 2 % (dua persen) dari jumlah penduduk indonesia. Akan tetapi dari angka tersebut yang benar-benar kompeten, produktif dan profesional baru sekitar 40 % (empat puluh persen). Hampir dua juta lebih pegawai yang tidak kompeten, produktif dan profesional Thoha (2007:4-5).

Berlakunya Undang-undang Aparatur Sipil Negara

Adanya perubahan paradigma pemerintah yang dituntut bekerja secara professional dan agar permasalahan aparatur pemerintah yang telah disebutkan diatas dapat dilakukan perbaikan, maka perubahan terhadap manajemen sumber daya aparatur sebagai salah satu bagian penting dari pengelolaan pemerintahan menjadi keharusan. Manajemen kepegawaian yang menekankan kepada hak dan kewajiban pegawai menuju perspektif baru yang menekankan pada manajemen pengembangan sumber daya manusia secara strategis (strategic human resource management) agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil yang unggul selaras dengan dinamika perubahan misi aparatur sipil negara. Untuk memberikan landasan hukum bagi manajemen pengembangan sumber daya aparatur Negara tersebut diperlukan perubahan terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang telah digantikan pada tanggal 15 Januari 2014 dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) .

Terdapat beberapa esensi pokok yang terkandung dalam UU ASN yakni bagaimana mewujudkan semua jabatan yang ada pada instansi pemerintah sebagai sebuah profesi ASN yang akan memperkuat eksistensi dari para aparatur, memantapkan peran 4,5 juta PNS sebagai perekat NKRI, menciptakan ASN yang bersih dari intervensi politik,meningkatkan kualitas pelayanan dan pengawasan, membangun sistem informasi manajemen kepegawaian yang akuntabel, menerapkan sistem penggajian skala tunggal, menciptakan kinerja PNS dan mengimplementasikan merit system.

Penilaian Kinerja Pegawai berdasarkan UU ASN

Dua esensi terakhir yang disebutkan diatas, setidaknya yang menjadi prinsip dasar dari UU ASN. Merit system merupakan kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, maupun kondisi kecacatan. Untuk itu, pengembangan sistem meritokrasi dalam kebijakan dan manajemen ASN akan selalu mencerminkan sebuah tatanan dan kondisi dimana seleksi dan promosi dilakukan secara adil dan kompetitif, manajemen SDM berjalan secara efektif dan efisien, pegawai terlindungi dari intervensi politik, serta standar penggajian, reward dan punishment yang berbasis kinerja.

Terkait dengan penilaian kinerja, dalam pasal 75 UU ASN disebutkan bahwa penilaian kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang didasarkan pada sistem prestasi dan sistem karier. Penilaian kinerja didasarkan pada perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau satuan organisasi dengan memperhatikan target, sasaran, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku dari PNS itu sendiri secara objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan.

Penilaian Prestasi Kerja PNS VS Daftar Penilaian Pelaksanan Pekerjaan (DP3)

Menjelang akhir tahun setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau sekarang disebut sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) diwajibkan untuk mendapatkan penilaian atas pekerjaan/ kinerja dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya dalam penyelenggaraan pemerintahan. Penilaian atas pekerjaan pegawai negeri sipil ini dituangkan dalam bentuk Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil atau yang lebih dikenal dengan DP3 PNS. Namun DP3 PNS tersebut memiliki banyak kelemahan sehingga disempurnakan dengan Penilaian Prestasi Kinerja PNS.

Kelemahan yang utama dari DP3 adalah tidak dapat digunakan dalam menilai dan mengukur seberapa besar produktivitas dan kontribusi PNS terhadap organisasi. Hal ini disebabkan penilaian prestasi kerja pegawai dengan menggunakan metode DP3 tidak didasarkan pada target tertentu. Untuk itu diterbitkanlah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil yang dijadikan dasar dalam penyempurnaan pelaksanaan penilaian PNS.

Berdasarkan pasal 4 PP No. 46 Tahun 2011 Tahun 2011, Penilaian Prestasi Kerja PNS dibagi dalam 2 (dua) unsur yaitu :

1. Sasaran Kinerja Pegawai, merupakan rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS dan dilakukan berdasarkan kurun waktu tertentu. Sasaran kerja pegawai meliputi beberapa aspek :

  • Kuantitas merupakan ukuran jumlah atau banyaknya hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai.
  • Kualitas merupakan ukuran mutu setiap hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai.
  • Waktu merupakan ukuran lamanya proses setiap hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai.
  • Biaya merupakan besaran jumlah anggaran yang digunakan setiap hasil kerja oleh seorang pegawai.

2. Perilaku kerja merupakan setiap tingkah laku, sikap atau tindakan yang dilakukan oleh seorang PNS yang seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun unsur perilaku kerja meliputi :

  • Orientasi pelayanan merupakan sikap dan perilaku kerja PNS dalam memberikan pelayanan kepada yang dilayani antara lain meliputi masyarakat, atasan, rekan sekerja, unit kerja terkait, dan/atau instansi lain.
  • Integritas merupakan kemampuan seorang PNS untuk bertindak sesuai dengan nilai, norma dan etika dalam organisasi.
  • Komitmen merupakan kemauan dan kemampuan seorang PNS untuk dapat menyeimbangkan antara sikap dan tindakan untuk mewujudkan tujuan organisasi dengan mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan diri sendiri, seseorang, dan/atau golongan.
  • Disiplin merupakan kesanggupan seorang PNS untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan atau peraturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi sanksi.
  • Kerja sama merupakan kemauan dan kemampuan seorang PNS untuk bekerja sama dengan rekan sekerja, atasan, bawahan baik dalam unit kerjanya maupun instansi lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan tanggung jawab yang diembannya.
  • Kepemimpinan merupakan kemampuan dan kemauan PNS untuk memotivasi dan mempengaruhi bawahan atau orang lain yang berkaitan dengan bidang tugasnya demi tercapainya tujuan organisasi.

Penyusunan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) diwajibkan bagi seluruh PNS/ASN yang dibuat setiap awal tahun anggaran (2 Januari) yang didalamnya memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu penilaian yang bersifat nyata dan dapat diukur. SKP tersebut harus disetujui dan ditetapkan oleh Pejabat Penilai sebagai kontrak kerja. Penilaian Sasaran Kerja Pegawai dilaksanakan setiap akhir tahun anggaran (31 Desember) dengan membandingkan capaian dan target yang telah diperjanjikan diawal tahun/kontrak kerja dan ditambahkan dengan tugas-tugas tambahan lainnya. Penilaian akhir dari prestasi kerja adalah dengan cara menggabungkan penilaian SKP dengan penilaian perilaku kerja. Bobot nilai dari masing-masing adalah 60% bagi unsur SKP dan 40% bagi unsur perilaku kerja. Nilai prestasi kerja dinyatakan dalam angka dan sebutan sebagai berikut:

  1. 91 – ke atas: sangat baik
  2. 76 – 90: baik
  3. 61 – 75: cukup
  4. 51 – 60: kurang
  5. 50 ke bawah: buruk

Pelaksanaan Penilaian Prestasi Kerja PNS melalui penyusunan SKP akan aktif dilaksanakan sejak 1 Januari 2014. Penilaian Prestasi Kerja PNS dan SKP selanjutnya dijadikan salah satu syarat dalam Usul Kenaikan Pangkat oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Menuju Aparatur yang Profesional

Dengan diberlakukannya pengukuran indikator kinerja pegawai ini dalam SKP, diharapkan masing-masing pegawai memiliki tanggung jawab menjalankan tugas pokok dan fungsinya selaku PNS/ASN. Pegawai akan berusaha bekerja semaksimal mungkin untuk dapat mewujudkan target indikator kinerja dalam SKP. Selanjutnya dengan pelaksanaan SKP ini, akan dapat melihat kondisi riil masing-masing organisasi terhadap kuantitas dari personil pegawainya, apakah masih kekurangan atau kelebihan pegawai. Jika beban kerja telah dibagi habis kepada masing-masing pegawai berikut indikator kinerja masing-masing namun masih ada pegawai yang tidak memiliki tugas, maka terdapat kelebihan pegawai didalam organisasi tersebut dan begitu pula sebaliknya.

Dibeberapa pemerintah daerah, capaian penilaian sasaran kerja pegawai terhadap realisasi capaian target dihitung setiap bulannya sebagai dasar pemberian tunjangan penghasilan tambahan diluar gaji pegawai. Tentunya dengan pelaksanaan seperti ini, diharapkan pegawai dapat semaksimal mungkin bekerja sesuai target indikator kinerja yang telah disusun sehingga terciptanya prinsip keadilan, berlakunya reward n punishment dimana “siapa yang bekerja, akan mendapatkan lebih”, bukan “kerja tak kerja, penghasilan sama”. (Devrizon)